Pertemuan 2
RUANG LINGKUP KESEHATAN KERJA
Pelayaan kesehatan kerja yang difokuskan pada upaya promotif dan preventif seperti yang tercantum dalam definsi Komisi Gabungan ILO/WHO pada tahun 1950 dan 1995, meliputi fungsi nomor 1) sampai dengan 8) di bawah ini; sedangkan pelayanan yang komperhensif mencakup pula upaya kuratif dan rehabilitatif (yang merupakan objek empiris ilmu kedokteran kerja) sesuai yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (Permenakertrans & Koperasi No.Per. 03/Men/1982 ttg Pelayanan Kesehatan Kerja dan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) dan tercantum dalam Basic Occupational Health Services yang diusulkan oleh ICOH tahun 2005, maka ditambah lagi nomor 9) dan 10). Ruang lingkup atau fungsi pokok pelayanan yang dimaksud adalah seperti berikut.
1) Menempatkan pekerja sesuai dengan kapasitas kerja dan derajat kesehatannya, dengan melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan (pre-placement test). Untuk kegiatan ini, diperlukan deskripsi tuntutan tugas (task demand) termasuk data hasil pengukuran kondisi lingkunan dari higiene industri dan kondisi kerja dari ergonomi, serta kondisi psikososial yang bersumber dari organisasi kerja dan budaya kerja
2) Melakukan upaya promosi kesehatan di tempat kerja/PKDTK (workplace health promotion), dengan mengendalikan faktor risiko yang bersumber dari perilaku hidup, misalnya pola makan, kurang gerak, berat badan berlebih, konsumsi rokok, alkohol atau narkoba, agar pekerja terhindar dari penyakit degeneratif kronik misalnya penyakit jantung koroner, stroke dan hipertensi. PKDTK didefinisikan sebagai ilmu dan seni yang membantu pekerja dan manajemen merubah perilaku hidup dan perilaku bekerja untuk memelihara atau mencapai kapasitas kerja dan tingkat kesehatan yang optimal, dengan demikian meningkatkan kinerja dan produktivitas serta kapasitas kerja. PKDTK di lapangan, diaplikasikan sebagai program kegiatan yang direncanakan melalui proses peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan (pendidikan), dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat di tempat kerja, sesuai kondisi dan potensi tempat kerja, dengan pendekatan pendidikan, organisasi, masyarakat lingkungan dan keluarganya, agar mencapai kemampuan pengendalian pekerja terhadap kesehatannya
3) Memperbaiki lingkungan kerja, dengan mengendalikan faktor risiko kontaminan fisika, kimia dan biologi yang bersumber dari lingkungan kerja agar tidak melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan. Demikian kompleksnya upaya ini maka telah berkembang menjadi Ilmu Higiene Industri (Industrial Hygiene).
4) Memperbaiki pekerjaan, dengan mengendalikan faktor risiko ergonomi yang bersumber dari pekerjaan, misalnya desain mesin, desain work station, posisi duduk, alat bantu tangan, beban angkat angkut, agar pekerja terhindar dari postur janggal yang dapat berakibat pada timbulnya gangguan muskuloskeletal (trauma kumulatif). Upaya ini juga telah berkembang menjadi Ilmu Ergonomi (Ergonomy), karena kompleksnya masalah.
5) Mengembangkan organisasi dan budaya kerja yang mendukung kesehatan kerja, dengan memperbaiki kondisi faktor risiko stres psikososial yang bersumber dari organisasi kerja dan budaya kerja (Work Organization and Work Culture), misalmnya beban kerja, status kepegawaian, sistem pengupahan, masalah orgaisasi, gaya manajemen, kompetisi, konflik antar pekerja maupun antara pekerja dengan pimpinan.
6) Melaksanakan surveilans kesehatan kerja, dengan melakukan koleksi data faktor risiko kesehatan di tempat kerja yang bersumber dari lingkungan kerja, pekerjaan, organisasi kerja dan budaya kerja, serta melakukan koleksi data kesehatan pekerja dan kemangkiran; kemudian melakukan analisis dan interpretasi data berdasarkan kaidah epidemiologi untuk melihat frekwensi, distribusi dan trend perkembangan faktor risiko dan gangguan kesehatan, menilai adanya hubungan antara faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan pekerja; selanjutnya mengkomunikasikan data dan hasil analisis untuk digunakan dalam rencana perbaikan.
7) Melakukan pencatatan, pelaporan dan dokumentasi tentang upaya Yankesja dan kasus KAK/PAK, dilaporkan kepada manajemen, serikat pekerja dan pemerintah.
8) Mengkoordinasi kegiatan (rujukan) pemeriksaan, terapi, rehabilitasi dan kompensasi bagi pekerja yang sakit/cedera, bekerja sama dengan dokter spesialis kedokteran okupasi atau spesialis lainnya dan instansi terkait (a.l. pusat rujukan, asuransi).
9) Melakukan pertolongan pertama bagi pekerja yang mengalami cedera kecelakaan dan/atau penyakit akut serta melakukan Medical Emergency Plan.
10)Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja, diagnosis, terapi, rahabilitasi dan perhitungan cacat serta rujukan bagi pekerja yang sakit/cedera.
RUANG LINGKUP KESEHATAN KERJA
Pelayaan kesehatan kerja yang difokuskan pada upaya promotif dan preventif seperti yang tercantum dalam definsi Komisi Gabungan ILO/WHO pada tahun 1950 dan 1995, meliputi fungsi nomor 1) sampai dengan 8) di bawah ini; sedangkan pelayanan yang komperhensif mencakup pula upaya kuratif dan rehabilitatif (yang merupakan objek empiris ilmu kedokteran kerja) sesuai yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (Permenakertrans & Koperasi No.Per. 03/Men/1982 ttg Pelayanan Kesehatan Kerja dan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) dan tercantum dalam Basic Occupational Health Services yang diusulkan oleh ICOH tahun 2005, maka ditambah lagi nomor 9) dan 10). Ruang lingkup atau fungsi pokok pelayanan yang dimaksud adalah seperti berikut.
1) Menempatkan pekerja sesuai dengan kapasitas kerja dan derajat kesehatannya, dengan melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan (pre-placement test). Untuk kegiatan ini, diperlukan deskripsi tuntutan tugas (task demand) termasuk data hasil pengukuran kondisi lingkunan dari higiene industri dan kondisi kerja dari ergonomi, serta kondisi psikososial yang bersumber dari organisasi kerja dan budaya kerja
2) Melakukan upaya promosi kesehatan di tempat kerja/PKDTK (workplace health promotion), dengan mengendalikan faktor risiko yang bersumber dari perilaku hidup, misalnya pola makan, kurang gerak, berat badan berlebih, konsumsi rokok, alkohol atau narkoba, agar pekerja terhindar dari penyakit degeneratif kronik misalnya penyakit jantung koroner, stroke dan hipertensi. PKDTK didefinisikan sebagai ilmu dan seni yang membantu pekerja dan manajemen merubah perilaku hidup dan perilaku bekerja untuk memelihara atau mencapai kapasitas kerja dan tingkat kesehatan yang optimal, dengan demikian meningkatkan kinerja dan produktivitas serta kapasitas kerja. PKDTK di lapangan, diaplikasikan sebagai program kegiatan yang direncanakan melalui proses peningkatan pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan (pendidikan), dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat di tempat kerja, sesuai kondisi dan potensi tempat kerja, dengan pendekatan pendidikan, organisasi, masyarakat lingkungan dan keluarganya, agar mencapai kemampuan pengendalian pekerja terhadap kesehatannya
3) Memperbaiki lingkungan kerja, dengan mengendalikan faktor risiko kontaminan fisika, kimia dan biologi yang bersumber dari lingkungan kerja agar tidak melebihi nilai ambang batas yang diperkenankan. Demikian kompleksnya upaya ini maka telah berkembang menjadi Ilmu Higiene Industri (Industrial Hygiene).
4) Memperbaiki pekerjaan, dengan mengendalikan faktor risiko ergonomi yang bersumber dari pekerjaan, misalnya desain mesin, desain work station, posisi duduk, alat bantu tangan, beban angkat angkut, agar pekerja terhindar dari postur janggal yang dapat berakibat pada timbulnya gangguan muskuloskeletal (trauma kumulatif). Upaya ini juga telah berkembang menjadi Ilmu Ergonomi (Ergonomy), karena kompleksnya masalah.
5) Mengembangkan organisasi dan budaya kerja yang mendukung kesehatan kerja, dengan memperbaiki kondisi faktor risiko stres psikososial yang bersumber dari organisasi kerja dan budaya kerja (Work Organization and Work Culture), misalmnya beban kerja, status kepegawaian, sistem pengupahan, masalah orgaisasi, gaya manajemen, kompetisi, konflik antar pekerja maupun antara pekerja dengan pimpinan.
6) Melaksanakan surveilans kesehatan kerja, dengan melakukan koleksi data faktor risiko kesehatan di tempat kerja yang bersumber dari lingkungan kerja, pekerjaan, organisasi kerja dan budaya kerja, serta melakukan koleksi data kesehatan pekerja dan kemangkiran; kemudian melakukan analisis dan interpretasi data berdasarkan kaidah epidemiologi untuk melihat frekwensi, distribusi dan trend perkembangan faktor risiko dan gangguan kesehatan, menilai adanya hubungan antara faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan pekerja; selanjutnya mengkomunikasikan data dan hasil analisis untuk digunakan dalam rencana perbaikan.
7) Melakukan pencatatan, pelaporan dan dokumentasi tentang upaya Yankesja dan kasus KAK/PAK, dilaporkan kepada manajemen, serikat pekerja dan pemerintah.
8) Mengkoordinasi kegiatan (rujukan) pemeriksaan, terapi, rehabilitasi dan kompensasi bagi pekerja yang sakit/cedera, bekerja sama dengan dokter spesialis kedokteran okupasi atau spesialis lainnya dan instansi terkait (a.l. pusat rujukan, asuransi).
9) Melakukan pertolongan pertama bagi pekerja yang mengalami cedera kecelakaan dan/atau penyakit akut serta melakukan Medical Emergency Plan.
10)Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja, diagnosis, terapi, rahabilitasi dan perhitungan cacat serta rujukan bagi pekerja yang sakit/cedera.
Comments
Post a Comment